Minggu, 25 Desember 2011

Bronkiektasis

Oleh : dr. Aru Sudoyo et. al (September 2009)

PENGERTIAN
Bronkiektasis adalah suatu penyakit yang ditandai dengan adanya dilatasi (ektasis) dan distorsi bronkus lokal yang bersifat patologis dan berjalan kronik, persisten atau irrevesibel. Kelainan bronkus tersebut disebabkan oleh perubahan-perubahan dalam dinding bronkus berupa destruksi elemen elastis, otot polos brokus, tulang rawan dan pembuluh-pembuluh darah. Brokus yang terkena umumnya adalah bronkus ukuran sedang (medium size), sedangkan bronkus besar umumnya jarang.

KLASIFIKASI
Tingkatan penyakit bervariasi dari ringan sampai berat. Sudoyo (2009) membagi tingkatan beratnya bronkiektasis menjadi 3 derajat, yaitu:
1.      Bronkiektasis ringan
Ciri klinis: batuk-batuk dan sputum warna hijau hanya terjadi sesudah demam (ada infeksi sekunder), produksi sputum terjadi dengan perubahan posisi tubuh, biasanya terdapat hemoptisis sangat ringan, pasien tampak sehat, fungsi paru normal dan foto dada normal.
2.      Bronkiektasis sedang
Ciri klinis: batuk-batuk produktif terjadi setiap saat, sputum timbul setiap saat (umumnya hijau dan jarang mukoid, serta bau mulut busuk), sering ada hemoptisis. Pada pemeriksaan fisik paru sering ditemukan ronki basah kasar pada daerah paru yang terkena, gambaran foto dada boleh dikatakan masih normal.
3.      Bronkiektasis berat
Ciri klinis: batuk-batuk produktif dengan sputum banyak berwarna kotor dan berbau. Sering ditemukan adanya pneumonia dengan hemoptisis dan nyeri pleura. Sering ditemukan jari tabuh. Bila ada obstruksi saluran napas akan dapat ditemukan adanya dispnea, sianosis atau tanda kegagalan paru. Umumnya pasien mempunyai keadaan umum kurang baik. Sering ditemukan infeksi piogenik pada kulit, infeksi mata dan sebagainya. Pasien mudah timbul pneumonia, septikemia, abses metastasis, kadang-kadang terjadi amiloidosis. Pada pemeriksaan fisik dapat ditemukan ronki basah kasar pada daerah terkena.
Klasifikasi bronkiektasis menurut Sudoyo (2009) dibagi menjadi :

1.      Bronkiektasis silindris
Merupakan bronkiektasis yang paling ringan. Bentuk ini sering dijumpai pada bronkiektasis yang menyertai bronkitis kronik. Bronkus tampak seperti bentukan pipa berdilatasi, jalan napas yang lebih kecil dipenuhi mukus.
2.      Bronkiektasis varikosa
Merupakan bentuk intermediet, istilah ini digunakan karena perubahan bentuk bronkus yang menyerupai varises vena.
3.      Bronkiektasis sakuler atau kistik
Merupakan bentuk bronkiektasis yang klasik, ditandai dengan adanya dilatasi dan penyempitan bronkus yang bersifat ireguler. Bentuk ini kadang-kadang berbentuk kista


KOMPLIKASI
Menurut Sudoyo (2009) ada beberapa komplikasi yang dapat dijumpai pada pasien bronkiektasis antara lain:
1.      Pneumonia dengan atau tanpa atelektasis. Bronkiektasis sering mengalami infeksi berulang, biasanya sekunder terhadap infeksi saluran napas bagian atas. Hal ini sering terjadi pada pasien dengan drainase sputum kurang baik.
2.      Pleuritis, komplikasi ini dapat timbul bersama dengan timbulnya pneumonia. Umumnya merupakan pleuritis sicca pada daerah yang terkena.
3.      Hemoptisis, terjadi karena pecahnya pembuluh darah cabang vena (arteri pulmonalis), cabang arteri (arteri bronkial) atau anastomosis pembuluh darah. Hemoptisis hebat dan tidak terkendali merupakan tindakan bedah gawat darurat.
4.      Korpulmonale, sering terjadi pada pasien dengan bronkiektasis yang berat dan lanjut.
5.      Kegagalan pernapasan, merupakan komplikasi paling akhir yang timbul pada bronkiektasis lanjut dan luas.

PENATALAKSANAAN
Menurut Sudoyo (2009) penatalaksanaan pada bronkiektasis dapat dilakukan dengan:
A.    Konservatif
1.      Pengelolaan umum
Pengelolaan ini ditujukan terhadap semua pasien bronkiektasis, meliputi:
a.      Menciptakan lingkungan yang baik dan tepat bagi pasien
Contohnya membuat ruangan hangat, udara ruangan kering, mencegah atau menghentikan merokok, mencegah atau menghindari debu, asap dan sebagainya.
b.      Memperbaiki drainase sekret bronkus
Melakukan drainase portural tindakan ini merupakan cara yang paling efektif untuk mengurangi gejala, tetapi harus terjadi secara terus-menerus. Pasien diletakkan dengan posisi tubuh sedemikaian rupa sehingga dapat dicapai drainase sputum secara maksimal. Tiap kali melakukan drainase postural dikerjakan selama 10-20 menit samapi sputum tidak keluar lagi dan tiap hari dikerjakan 2 sampai 4 kali. Prinsip drainase postural ini adalah usaha mengeluarkan sputum dengan bantuan gravitasi. Untuk keperluan tersebut, posisi tubuh saat dilakukan drainase postural harus disesuaikan dengan letak bronkiektasisnya. Tujuannya adalah untuk menggerakkan sputum dengan pertolongan gaya gravitasi agar menuju ke hilus paru bahkan mengalir sampai tenggorokan sehingga mudah dibatukkan keluar. Apabila dengan mengatur posisi tubuh pasien seperti tersebut diatas belum diperoleh drainase sputum secara maksimal dapat dibantu dengan tindakan memberikan ketukan dengan jari pada punggung pasien (tabotage).
2.      Pengelolaan khusus
a.      Kemoterapi
Kemoterapi pada bronkiektasis dapat digunakan:1). Secara kontinyu untuk mengontrol infeksi bronkus (ISPA),  2). Untuk pengobatan eksaserbasi infeksi akut pada bronkus/paru, atau 3). Keduanya. Kemoterapi disini mengunakan obat antibiotik tertentu. Pemilihan antibiotik mana yang harus dipakai sebaiknya berdasarkan hasil uji sensitivitas kuman terhadap antibiotik. Antibiotik hanya diberikan kalau diperlukan saja, yaitu apabila terdapat eksaserbasi infeksi akut. Antibiotik diberikan selama 7-10 hari, terapi tunggal atau kombinasi beberapa antibiotik, samapai kuman penyebab infeksi terbasmi atau sampai terjadi konversi warna sputum yang semula berwarna kuning/hijau menjadi mukoid (putih jernih). Selanjutnya ada dosis pemeliharaan. Ada yang berpendapat bahwa kemoterapi dengan antibiotik ini apabila berhasil akan dapat mengurangi gejala batuk, jumlah sputum dan gejala lainnya terutama pada saat ada eksaserbasi akut, tetapi keadaan ini hanya bersifat sementara.

b.      Drainase sekret dengan bronkoskop
Cara ini penting dikerjakan terutama pada permulaan perawatan pasien. Keperluannya antara lain adalah untuk :
1)      Menentukan darimana asal sekret,
2)      Mengidentifikasi lokali stenosis atau obstruksi bronkus, dan
3)      Menghilangkan obstruksi bronkus dengan sustion drainage daerah obstruksi tadi (misalnya pada pengobatan atelektasis paru).

3.      Pengobatan simtomatik
Pengobatan ini hanya diberikan jika timbul gejala yang mungkin menganggu atau membahayakan pasien.
a.      Pengobatan obstruksi bronkus
Apabila ditemukan tanda obstruksi bronkus yang diketahui dari hasil uji faal paru (% VEP1 < 70%) dapat diberikan obat bronkodilator. Sebaiknya sewaktu dilakukan uji faal paru dan diketahui adanya tanda obstruksi saluran napas sekaligus dilakukan tes terhadap obat bronkodilator. Apabila hasil tes bronkodilator positif, pasien perlu diberikan obat bronkodilator tersebut.
b.      Pengobatan hipoksia
Pada pasien yang mengalami hipoksia (terutama pada waktu terjadinya eksaserbasi akut) perlu diberikan oksigen. Apabila pada pasien telah terdapat komplikasi bronkitis kronik, pemberian oksigen harus hati-hati, harus dengan aliran rendah (cukup 1 liter/menit).
c.       Pengobatan hemoptisis
Apabila perdarahan cukup banyak (masif), mungkin merupakan perdarahan arterial yang memerlukan tidakan operatif segera untuk menghentikan perdarahannya, dan sementara harus diberikan transfusi darah untuk menggantikan darah yang hilang.
Hemoptisis yang mengancam kehidupan (lebih dari 600 ml darah per hari) dapat terjadi pada pasien dengan bronkiektasis. Setelah jalan napas telah dilindungi dengan pasien berbaring di sisi tempat perdarahan yang dicurigai atau dengan intubasi endotrakeal, bronkoskopi atau CT dari thoraks diyakinkan membantu menentukan lobus atau sisi yang mengalami perdarahan. Jika intervensi radiologi tersedia, aortography dan kanulasi dari arteri bronkial untuk memgambarkan lokasi ekstravasasi darah atau neovaskularisasi sehingga embolisasi yang dapat ditunjukan. Pembedahan mungkin masih diperlukan untuk direseksi daerah yang dicurigai mengalami perdarahan.
d.      Pengobatan demam
Pada pasein dengan eksaserbasi akut sering terdapat demam, terlebih jika terjadi septikemia. Pada keadaan ini selain perlu diberikan antibiotik yang sesuai, dosis cukup, perlu ditambahkan abat antipiretik lainnya.

B.     Pembedahan
Peran pembedahan untuk bronkiektasis telah menurun tetapi tidak menghilang. Tujuan dari operasi pengangkatan tumor termasuk menghilangkan tumor obstruktif atau residu dari benda asing, pengangkatan segmen atau lobus yang paling rusak dan diduga berkontribusi terhadap eksaserbasi akut, sekret yang sangat kental, impaksi lendir. Pengambilan daerah yang memiliki perdarahan abnormal yang tidak terkontrol, dan pengambilan dari paru rusak yang dicurigai menyembunyikan organisme seperti M. MDR-TB atau avium M. complex. Tiga pusat bedah telah menggambarkan pengalaman mereka dengan operasi tersebut selama dekade terakhir, dengan rata-rata tindak lanjut empat sampai enam tahun. Mereka telah mencatat perbaikan dalam gejala di lebih dari 90 % pasien, dengan mortalitas perioperatif kurang dari 3 %.
Reseksi komplit dilaporkan pada 118 dari 143 pasien bronkiektasis (rata-rata usia 23,4 tahun) dengan angka morbiditas 23% dan angka mortilitas 1,3%. Bronkiektasis stadium berhasil diterapi dengan transplantasi paru. Beime et al melaporkan 86% pasien yang menerima satu atau dua transplantasi paru memiliki angka kelangsungan hidup 1 tahun.
Indikasi pembedahan berupa pasien bronkiektasis yang terbatas dan resektabel yang tidak berespon terhadap tindakan konservatif yang adekuat, dan pasien bronkiektasis yang terbatas tetapi sering mengalami infeksi berulang atau hemoptisis masif. Kontraindikasi pembedahan berupa pasien bronkiektasis dengan PPOK dan pasien bronkiektasis berat.