Prof. Dr. Raharja, Desember 2010
Di Indonesia banyak sekali tanaman yang dapat digunakan sebagai obat tradisional. Salah satu jenis tanaman yang dapat digunakan untuk pengobatan penyakit diare adalah kunyit (Curcuma domestica Val.). Rimpang kunyit digunakan secara tradisional untuk penambah nafsu makan, peluruh empedu, obat Di Indonesia banyak sekali tanaman yang dapat digunakan sebagai obat tradisional. Salah satu jenis tanaman yang dapat digunakan untuk pengobatan penyakit diare adalah kunyit (Curcuma domestica Val.). Rimpang kunyit digunakan secara tradisional untuk penambah nafsu makan, peluruh empedu, obat luka dan gatal, antiradang, sesak nafas, antidiare dan merangsang keluarnya angin perut. Sebagai obat luar digunakan sebagai lulur kecantikan dan kosmetika. Secara umum rimpang kunyit digunakan untuk stimulansia, pemberi warna masakan, dan minuman serta digunakan sebagai bumbu dapur (Sudarsono dkk., 1996). Adapun kandungan utama kunyit yaitu kurkumin dan minyak atsiri berfungsi sebagai antioksidan, antimikroba, antikolesterol, antiHIV dan antitumor. Ekstrak kurkuminnya juga dapat mencegah kerusakan hati yang diinduksi alkohol pada tikus, sedangkan ekstrak kurkumanya dapat mencegah hepatotoksisitas dan dapat menurunkan semua komposisi lipid (trigliserida, pospolipid dan kolesterol) pada aorta dan kadar trigliserida pada serum secara ex vivo. Rimpang kunyit dapat juga digunakan sebagai obat analgetik dan anti inflamasi (Hargono, 2000).
Di Indonesia banyak sekali tanaman yang dapat digunakan sebagai obat tradisional. Salah satu jenis tanaman yang dapat digunakan untuk pengobatan penyakit diare adalah kunyit (Curcuma domestica Val.). Rimpang kunyit digunakan secara tradisional untuk penambah nafsu makan, peluruh empedu, obat Di Indonesia banyak sekali tanaman yang dapat digunakan sebagai obat tradisional. Salah satu jenis tanaman yang dapat digunakan untuk pengobatan penyakit diare adalah kunyit (Curcuma domestica Val.). Rimpang kunyit digunakan secara tradisional untuk penambah nafsu makan, peluruh empedu, obat luka dan gatal, antiradang, sesak nafas, antidiare dan merangsang keluarnya angin perut. Sebagai obat luar digunakan sebagai lulur kecantikan dan kosmetika. Secara umum rimpang kunyit digunakan untuk stimulansia, pemberi warna masakan, dan minuman serta digunakan sebagai bumbu dapur (Sudarsono dkk., 1996). Adapun kandungan utama kunyit yaitu kurkumin dan minyak atsiri berfungsi sebagai antioksidan, antimikroba, antikolesterol, antiHIV dan antitumor. Ekstrak kurkuminnya juga dapat mencegah kerusakan hati yang diinduksi alkohol pada tikus, sedangkan ekstrak kurkumanya dapat mencegah hepatotoksisitas dan dapat menurunkan semua komposisi lipid (trigliserida, pospolipid dan kolesterol) pada aorta dan kadar trigliserida pada serum secara ex vivo. Rimpang kunyit dapat juga digunakan sebagai obat analgetik dan anti inflamasi (Hargono, 2000).
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Hastuti (2007) ekstrak air rimpang kunyit dengan konsentrasi 15% memiliki efek antidiare yang signifikan pada tikus putih jantan dewasa galur Charles River yang telah diinduksi oleum ricini. Dengan mengacu pada penelitian yang sudah ada, dilakukan penelitian lanjutan, pada penelitian ini rimpang kunyit diuji efek antidiarenya dengan pelarut yang berbeda, karena dimungkinkan senyawa kimia rimpang kunyit yang berpotensi sebagai antidiare tersebut juga dapat tersari dengan pelarut etanol 96% sehingga diharapkan ekstrak etanol rimpang kunyit ini juga mempunyai efek antidiare dengan menggunakan hewan uji mencit
Kandungan senyawa kimia yang terdapat dalam rimpang kunyit antara lain minyak atsiri 2-5 %, kurkuminoid, pati, tanin, damar (Prawiro, 1977). Tanin bersifat mengendapkan zat putih telur dan berkhasiat sebagai adstringens, yaitu dapat meringankan diare dengan menciutkan selaput lendir usus (Tjay dan Rahardja, 2002). Tanin tidak larut dalam pelarut organik non polar seperti benzene atau kloroform, tetapi larut dalam air terutama air panas akan membentuk
larutan koloid bukan larutan sebenarnya (Robinson, 1995). Tanin juga dapat larut dalam etanol 96% (Santoso, 1993).
Hastuti telah melakukan penelitian (1997) tentang uji aktivitas infus rimpang kunyit sebagai antidiare dengan menggunakan metode “Castor oil–induced diarrhea”, atau minyak jarak sebagai penyebab diare pada tikus putih dengan hasil bahwa infus rimpang kunyit dengan konsentrasi 15% mempunyai khasiat sebagai antidiare (Tjay dan Rahardja, 2002).
Kandungan senyawa kimia yang terdapat dalam rimpang kunyit antara lain minyak atsiri 2-5 %, kurkuminoid, pati, tanin, damar (Prawiro, 1977). Tanin bersifat mengendapkan zat putih telur dan berkhasiat sebagai adstringens, yaitu dapat meringankan diare dengan menciutkan selaput lendir usus (Tjay dan Rahardja, 2002). Tanin tidak larut dalam pelarut organik non polar seperti benzene atau kloroform, tetapi larut dalam air terutama air panas akan membentuk
larutan koloid bukan larutan sebenarnya (Robinson, 1995). Tanin juga dapat larut dalam etanol 96% (Santoso, 1993).
Hastuti telah melakukan penelitian (1997) tentang uji aktivitas infus rimpang kunyit sebagai antidiare dengan menggunakan metode “Castor oil–induced diarrhea”, atau minyak jarak sebagai penyebab diare pada tikus putih dengan hasil bahwa infus rimpang kunyit dengan konsentrasi 15% mempunyai khasiat sebagai antidiare (Tjay dan Rahardja, 2002).
Penelitian Suparna (2008) yang berjudul “Gambaran
pengetahuan orang tua tentang manfaat kunyit bagi kesehatan keluarga di Kelurahan
Sukarasa Kecamatan Sukasari Bandung” yang dilakukan pada 100 orang responden,
dimana angka responden yang berpengetahuan kurang tentang manfaat kunyit bagi
kesehatan keluarga oleh 58 responden (58,00%). Kurangnya pengetahuan tersebut
salah satunya disebabkan oleh kurang terpaparnya informasi dan rendahnya
pendidikan responden.
Hastuti telah melakukan penelitian (1997) tentang uji aktivitas infus rimpang kunyit sebagai antidiare dengan menggunakan metode “Castor oil–induced diarrhea”, atau minyak jarak sebagai penyebab diare pada tikus putih dengan hasil bahwa infus rimpang kunyit dengan konsentrasi 15% mempunyai khasiat sebagai antidiare (Tjay dan Rahardja, 2002)
informasi tersebut dari berbagai sumber, terutama dari media
massa, misalnya TV, radio, surat kabar, majalah, komputer bahkan dari internet.
informasi dan sumber informasi. Diperoleh dari http://www.comunnication.health.com
tanggal 17 Mei 2005.
Notoatmodjo
(2003), mengatakan bahwa pemahaman dapat dipengaruhi oleh pengalaman hidup seseorang, baik pengalaman yang
didapat secara langsung maupun tidak langsung. Umur identik dengan pengalaman
yang dimiliki dan peneliti berpendapat bahwa dengan bertambahnya umur maka pemahaman
seseorang akan bertambah, tetapi
bila tidak didukung oleh faktor seperti pengalaman hidup dengan kecepatan dalam
menerima informasi dari sumber informasi yang menarik maka tingginya tingkat
umur seseorang tidak menjamin baiknya pemahaman seseorang.
Siregar (2007) yang mengatakan
bahwa penafsiran seseorang bukan hanya dipengaruhi oleh tingkat pendidikan, karena pemahaman
tidak hanya didapat dari bangku
sekolah, namun pemahaman lebih
banyak diperoleh dari pengalaman hidup.
Menurut Michael (2009) dalam
bukunya yang berjudul “What Could He Be Thingking” menjelaskan
bahwa ada perbedaan antara otak laki- laki dan perempuan. Secara garis besar
perbedaan yang dikatakan dalam buku tersebut adalah pusat memori pada otak
perempuan lebih besar dari otak laki-laki, akibatnya kaum perempuan memiliki
daya ingat yang kuat dari laki-laki dalam menerima atau mendapat informasi dari
orang lain.
Sondang (2005) mengatakan bahwa orang yang berpendidikan lebih tinggi punya
kesempatan yang luas untuk terpapar berbagai informasi dan akan menjadi lebih mempunyai
pemahaman baik dibandingkan dengan
mereka yang tidak berpendidikan tinggi. Dan Notoatmodjo (2003) berpendapat
bahwa semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang maka semakin tinggi pula
intelektualnya. Peneliti berpendapat bahwa tingkat pendidikan menentukan
mudah tidaknya seseorang menyerap dan memahami sesuatu yang mereka peroleh.
Pemahaman yang
dimiliki seseorang dapat dipengaruhi seberapa banyak informasi yang
diperolehnya baik secara langsung maupun tidak langsung. Pemahaman juga dapat dipengaruhi oleh kecepatan
seseorang dalam menerima informasi yang diperoleh, sehingga semakin banyak
seseorang memperoleh informasi, maka semakin baiklah pemahamannya, sebaliknya semakin kurang informasi yang
diperoleh, maka semakin kurang pemahamannya. Informasi tersebut dapat diperoleh melalui media
massa dan elektronik serta tenaga kesehatan dan penyuluhan-penyuluhan kesehatan
(Notoatmodjo, 2003).
Suryanto
(2007), mengatakan bahwa informasi adalah salah satu organ pembentuk pemahaman/penafsiran
dan memegang peranan besar dalam membangun pemahaman. Semakin banyak seseorang
memperoleh informasi, maka semakin baiklah pemahamannya, sebaliknya semakin
kurang informasi yang diperoleh maka semakin kurang pemahamannnya.
Modlor
(1998), “Hubungan informasi dengan Pemahaman” yang dikutip Notoatmodjo (2003), mengatakan
bahwa pemahaman juga
terbentuk dari pengalaman informasi-informasi yang didapat di pendidikan non
formal seperti membaca buku, koran, majalah, serta televisi. Jadi pemahaman
dapat dipengaruhi oleh pengakuan dan
informasi.
Luhan (2009), mengatakan bahwa media massa adalah
suatu jenis komunikasi yang ditujukan kepada sejumlah masyarakat melalui media
cetak dan media elektronik sehingga peran informasi yang sama dapat diterima
secara serentak.
Achmad (2004), mengatakan untuk dapat memperoleh suatu pemahaman, kita
dapat memperoleh
|
Referensi:
Achmad (2004),
|
Mc. Luhan (2009),
Sumber Informasi. Diperoleh dari http://www.kesehatan-lingkungan.com tanggal 17
Mei 2010.
Michael (2009) “What Could He Be Thingking” Diperoleh dari http://www.dunia.kesehatan.com
tanggal 18 Juni 2010.
Notoatmodjo (2003), pemahaman dan pengalaman hidup. Diperoleh dari http://www.medicastore.com
tanggal 20 Maret 2004.
Siregar (2007). penafsiran dan
pendidikan. Diperoleh dari http://www.pendidikan.kesehatan.com
tanggal 10 Mei 2008.
Sondang (2005) Pendidikan dan Informasi. Diperoleh dari
http://www.kemenkes.ri.com tanggal 26 Maret 2006.
Suryanto (2007). informasi Diperoleh dari http://www.kesehatan-lingkungan.com
tanggal 17 Maret 2008.